Tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat
hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang pasti
membutuhkan lingkungan dan pergaulan.
Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki
teman, baik itu disekolahnya, di tempat kerjanya ataupun di lingkungan tempat
tinggalnya. Sehingga tidak ditampik lagi bahwa teman merupakan elemen penting
yang berpengaruh bagi kehidupan seseorang.
Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah
mengatur bagaimana adab dan batasan-batasan di dalam pergaulan. Sebab betapa
besar dampak yang akan menimpa seseorang akbiat bergaul dengan teman-teman yang
jahat dan sebaliknya betapa besar manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang
yang bergaul dengan teman yang shalih.
Banyak di antara manusia yang terjerumus ke dalam lubang
kemaksiatan dan kesesatan dikarenakan bergaul dengan teman teman yang jahat dan
banyak pula di antara manusia yang mereka mendapatkan hidayah disebabkan
bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahu alaihi wa
Salam menyebutkan tentang peranan dan dampak seorang teman:
مَثَلُ الْجَلِيْسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيْسِ
السُّوْءِ كَمَثَلِ حَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الكِيْرِ،
فَحَامِلِ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيْكَ
أَوْ تُبْتَاعَ مِنْهُ أَوْ تَجِدُ رَائِحَةً طَيِّبَةً
وَنَافِخُ الكِيْرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ
ثِيَابَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رَائِحَةً خَبِيْثَةً.
“Perumpamaan teman
duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjual minyak
wangi dengan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi tidak melewatkan kamu,
baik engkau akan membelinya atau engkau tidak membelinya, engkau pasti akan
mendapatkan baunya yang enak, sementara pandai besi ia akan membakar bujumu
atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting
bahwasanya bergaul dengan teman yang shalih mempunyai 2 kemungkinan yang
kedua-duanya baik, yaitu:
Kita akan menjadi baik atau kita akan memperoleh kebaikan
yang dilakukan teman kita. Sedang bergaul dengan teman yang jahat juga
mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu:
Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh
kejelekan yang dilakukan teman kita.
Bahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam menjadikan
seorang teman sebagai patokan terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh
sebab itu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memerintahkan kepada kita
agar memilah dan memilih kepada siapa kita bergaul.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ
أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya
seseorang di antara kamu melihat kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkan oleh
Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan Sanad yang saling menguatkan satu
dengan yang lain).
Dan dalam sebuah syair disebutkan:
Dan dalam sebuah syair disebutkan:
عَنِ الْمَرْءِ لاَ تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ
قَرِيْنِهِ، فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارِنِ يَقْتَدِيْ.
Jangan tanya tentang seseorang, tapi tanya tentang temannya,
sebab orang pasti akan mengikuti kelakukan temannya.
Demikianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin
selalu meniru tingkah laku dan keadaan temannya.
Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa:
Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa:
اَلْقُلُوْبُ ضَعِيْفَةٌ وَالشُّبَهُ
خَطَّافَةٌ.
Hati itu lemah, sedang syubhat kencang menyambar.
Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati kita.
Sehingga pengaruh kejelekan akan lebih mudah mempenga-ruhi kita dikarenakan lemahnya hati kita.
Renungkanlah baik-baik firman Allah berikut ini:
“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).
“Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu aku tidak mengambil si fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu datang kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Furqan: 27-29).
Lihatlah bagaimana Allah menggambarkan seseorang yang telah
menjadikan orang-orang fasik dan pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di
dunia sehingga di akhirat menyebabkan penyesalan yang sudah tidak berguna lagi
baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari amal sedang di dunia
adalah hari amal tanpa hisab.